Soal :
Beberapa ikhwah salafiyin di Indonesia menerjemahkan kitab-kitab salaf ke dalam bahasa Indonesia dengan tujuan dakwah dan mencari penghasilan (mata pencaharian). Apakah hal tersebut diperbolehkan?
Jawab :
Boleh, dan bahkan patut disyukuri. Kita berharap agar penerjemah mendapat pahala. Yang terpenting adalah mencari pahala di sisi Allah Ta'ala. Sebagian orang tidak memahami bahasa arab, bahkan kebanyakannya. Kecuali yang mempelajarinya dan tholibul 'ilmi, atau yang semisal mereka dari orang-orang yang memiliki wawasan tentang bahasa arab. Maka keadaan mereka yang seperti ini (tidak paham bahasa arab) bagaimana kalian menyadarkan dan memahamkan (dengan bahasa arab bagi yang tidak memahami bahasa arab) atau mengajari mereka. Justru sering kali sebuah kitab, lebih cepat sampai kepada mereka dibanding kalian, lebih-lebih kitab kecil. Oleh karena itu terjemahkanlah kitab-kitab yang bagus (bermutu) dalam masalah aqidah dan tauhid kemudian disebarkan di kalangan masyarakat baik secara gratis maupun diperjual belikan, sehingga dibaca dan dipahami. Maka ini merupakan dakwah di jalan Allah dengan niat ikhlas dalam mencari wajah Allah subhanahu wa ta'ala, dan semoga Allah membalas mereka dengan kebaikan.
Akan tetapi hendaknya berhati-hati dan teliti. Tidak menerjemahkan kitab-kitab salaf yang di sana ada kekeliruan, seperti Ar Risalah Al Wafiah yang ditulis oleh Abu Amr Ad Dani. Kecuali kalau di sana (dalam buku terjemahan) ditulis peringatan-peringatan penting (berkaitan dengan kesalahan di dalam kitab). Contoh lain Lum'atul I'tiqod, di dalamnya ada hal-hal yang perlu diperingatkan. Kalau menerjemahkannya, hendaknya dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penyelisihan (terhadap aqidah salaf) dalam masalah tafwidh (menyerahkan makna sifat-sifat Allah kepadaNya dan mengatakan bahwa manusia tidak memahaminya, paham tafwidh ini menyelisihi aqidah salaf, pent). Contoh lain lagi At Thohawiyah, kalau menerjemahkannya, hendaknya disertai peringatan-peringatan dari Asy Syaikh Ibn Baaz rahimahullah dan tidak menerjemahkan semuanya atau membiarkan begitu saja tanpa peringatan (terhadap kesalahan di dalamnya).
Hendaknya penerjemah betul-betul memperhatikan hal-hal yang bermanfaat bagi muslimin. Kita bergembira dengan penerjemahan Kitab At Tauhid yang ditulis Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Dan penerjemah memiliki kemampuan dalam menjelaskan hadits-hadits dho’if kepada masyarakat. Ini patut disyukuri. Penerjemah menyertakan perkataan para imam secara singkat dengan berhati-hati dan teliti dengan benar-benar meyakinkan tentang kelemahannya (hadits). Kemudian menulis di depannya dho'if, shohih atau hasan dalam bahasa mereka. Hal ini merupakan kesempurnaan penghormatan atau perhatian terhadap sebuah kitab.
Tidak boleh menambah perkataan seorang imam dan menguranginya. Adapun meringkas perkataan, harus dengan berhati-hati dalam menguranginya. Adapun menambahinya tidaklah dibenarkan. Ini adalah dalam rangka nasihat untuk kaum muslimin. Dan alhamdulillah, kitab-kitab sunnah telah mendapatkan perhatian penuh.
Bertanya salah seorang tholibul ilmi, "Apakah ayat Al Qur'an diterjemahkan?"
Asy Syaikh menjawab :
Tidak diterjemahkan ayat (secara harfiah) tetapi diterjemahkan maknanya. Karena penerjemahan ayat secara harfiah berarti memindahkan Al Qur'an ke dalam bahasa selain bahasa arab. Padahal Allah berfirman (berkaitan dengan Al Qur'an):
﴿ بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ ﴾ [الشعراء:195]
"Dengan bahasa arab yang fasih.” (As Syu’aro’:195)
Saya memandang, bahwa seorang penerjemah perlu mempelajari bahasa arab, ilmu hadits, dan mempelajari hal-hal yang bisa menambah pemahaman, dan kefaqihan dan juga mempelajari tafsir. Lebih-lebih belajar kepada orang yang mampu menentukan pendapat yang benar atau kuat dalam masalah tafsir atau yang lainnya (ketika ada khilaf) sehingga hasil terjemahannya benar-benar bermanfaat. Dan seyogyanya seorang penerjemah benar-benar mampu (dalam keilmuan).
Berkata seseorang :
Apakah jual beli kitab-kitab yang di terjemahkan oleh Ahlul Bid'ah dibolehkan?"
Jawab :
Alhamdulillah, Ahlu Sunnah banyak yang menerjemahkan (kitab salaf berbahasa arab). Mereka menerjemahkan sendiri, menyebarkannya dan tidak membutuhkan terjemahan ahlul bid'ah. Kita tidak mempropagandakan terjemahan mereka. Karena terkadang mereka menyelipkan kata-kata yang kita tidak ketahui. Dan kita tidak merasa aman dari mereka-mereka para penipu dari ahlul ahwa'.
0 comments:
Post a Comment