Dialog Singkat Tentang Hukum TN (Tarbiyyatun Nisa)
Oleh:
Abu Abdirrohman Shiddiq Al Bughisiy
Dikoreksi dan ditambahi oleh:
Abu Fairuz Abdurrohman Al Jawiy
dan Abu Turob Saif bin Hadhor Al-Jawiy
-semoga Alloh mengampuni mereka-
Editor: ISNAD.net
Abu Abdirrohman Shiddiq Al Bughisiy
Dikoreksi dan ditambahi oleh:
Abu Fairuz Abdurrohman Al Jawiy
dan Abu Turob Saif bin Hadhor Al-Jawiy
-semoga Alloh mengampuni mereka-
Editor: ISNAD.net
Pertanyaan: Assalamu Alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Afwan ada sedikit yang ingin ana pertanyakan sehubungan dengan ma’had TN, yang ana pahami dari jawaban Syekh tidak bolehnya membuat TN dengan berbagai pelanggaran didalamnya, yang ana tanyakan apakah nama yang dihukumi atau hakikat penamaan itu..!!!,
Jawab: Wa’alaikumsalamwarohmatullohiwabarokatuh. Hukum itu berlaku pada hakikat dzatnya, bukan semata-mata penamaannya. Dan hukum itu tidak berubah karena perubahan nama. Dan semakin banyak bahaya yang ditimbulkan sebesar faktor yang menyebabkan terlarangnya terlarangnya perkara tersebut. Adanya markiz khusus untuk wanita yang mana para wanita tidur di situ, tidak bersama mahromnya, adalah perkara muhdats, tidak dilakukan oleh Rosululloh صلى الله عليه وآله وسلم ataupun para As Salafush Sholih. Inilah salah satu jawaban Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy حفظه الله.
Pertanyaan: Yang mana ana ketahui bahwasanya terlarangnya ma’had TN disebabkan banyaknya penyelisihan syariat didalamnya misal; – adanya wanita yang datang dari jarak safar tanpa mahram, – adanya pengumuman penerimaan santri, – dan yang lain-lainnya. Maka kalau penamaanya yang dihukumi, maka tahfidz Qur’an untuk nisa tidaklah terlarang padahal mayoritas tahfidz Qur’an nisa itu sama hakikatnya TN hanya nama saja yang berubah.
Jawab: banyaknya penyelisihan terhadap syariat memang salah satu sebab pengingkaran terhadap markiz nisa’iy. Masih ada sebab yang lain yang paling asasi, yaitu: membentuk suatu perkara baru dalam agama ini. Dan ini merupakan penyelisihan terhadap satu prinsip dari prinsip-prinsip Ahlussunnah. Kita diwajibkan untuk merasa cukup dengan contoh Nabi صلى الله عليه وسلم dan jalan Salaf, dan tidak merasa lebih tahu daripada mereka –baik dengan ucapan atau perbuatan- akan maslahat dan mafsadah.
Pertanyaan: dan ana pernah mendengarkan bahwa Syekh Abdullah Al Iriyani dan Syekh Abu ‘Amr (Afwan, mungkin bisa dipertanyakan kembali kepada syekh Abu ‘Amr) ketika datang berkunjung ke magetan dan sempat memberikan nasehat kepada Ust. Abu Hazim mengenai TN/tahfidz Nisa beliau membolehkannya dengan beberapa syarat : – tidak boleh adanya wanita tanpa mahram ( artinya mahramnya harus mukim ditempat tersebut ),
Jawab: benarkah antum dengar sendiri beliau berdua bilang demikian? Ataukah antum dengar dari orang lain? Asy Syaikh Abu Amr terang-terangan menyalahkan Abu Hazim dan menyatakan bahwasanya perbuatannya itu adalah muhdats. Beliau juga bilang pada kami: “Bagaimana Abu Hazim ini?! Dia mengatakan bahwasanya Abdulloh Iryaniy membolehkah markiz nisa’iy, sementara ana tanya langsung ke Iryaniy, dia jawab: “Ana tidak membolehkan markiz nisa’iy.”.”
Kemudian, syarat bolehnya bukan cuma bahwasanya perempuan itu bermukim di situ saja, tapi wajib ada mahramnya seperti bapak atau semisalnya. Sementara bukti dan persaksian ikhwah dari Magetan menyatakan masih banyak yg tidak punya mahram dan tinggal di situ dalam satu tempat yg mereka namakan TN.
Pertanyaan: tidak bolehnya ada pengumuman untuk penerimaan santri, tidak adanya kurikulum sebagaimana yang banyak pada TN maupun Tahfidz Qur’an Nisa. dan semua itu dijalankan oleh Ust. Abu Hazim, sehingga yang ana ketahui sampai sekarang masih adanya mahad untuk nisa di magetan…(ini yang ana ketahui Wallahu A’lam). Dan ana pernah menyaksikan tahfidz Qur’an Nisa dan Ummahat yang ada di Saudi (Riyad) yang mana mereka datang ketika waktu pelajaran dimulai dan mereka pulang masing-masing kerumahnya ketika sudah selesai darsnya. dan mereka memiliki sebuah tempat atau ma’had Nisa, dan anapun dapat khabar bahwasanya di dammaj pun ada tempat belajar khusus wanita atau biasa disebut masjid Nisa (afwan, Ust. lah yang lebih paham keadaan Dammaj sekarang ini),
Jawab: na’am masjid nisa’ untuk belajar nanti kembali kerumah masing-masing dengan suami atau bapak atau mahram lain dan inilah yang kami nasihatkan kepada Abu Hazim untuk melakukan seperti di sini tanpa penyelisihan yang ada di TN-nya, tidak tinggal rame-rame di situ. diurus sama mahramnya bukan di urus sama pengurus atau istri ustadz kemudian keperluannya di belikan oleh santri atau ustadznya sendiri yg bukan mahramnya.
bagaimana kalo dia sakit siapa yang bawa ke Rumah sakit? Yamg terjadi di TN Abu Hazim: yang sakit dengan satu atau lebih akhwat ditemani sopir yang bukan mahramnya dalam mobil ke Rumah sakit (karena orang tuanya berada di pulau lain) dan ini persaksian langsung dari sopirnya
Pertanyaan: Jadi …. kalo ada perkampungan salafiyyin dimana disana ada masjid dan banyak kepala keluarga yang mukim disana dan mereka mempunyai anak2 gadis dan mereka membuat tempat khusus wanita dimana mereka bisa kumpul disana dan belajar disana dan tidak adanya penyelisihan syariat Allah (sebagaimana yang terjadi di kebanyakan TN/Tahfidz Nisa) dan mereka menamai tempat/bangunan tersebut dengan nama Tahfidz, TN, atau penamaan yang lain, maka apakah ini boleh atau tidak boleh…..?, Jazakallah khairan,
Jawab: iya, seperti itu, jika selesai dars, para wanita itu pulang ke rumah masing-masing di kampung tersebut. Dulu para Salafiyyat belajar ke ‘Aisyah رضي الله عنها atau ke para mu’allimat, lalu pulang ke rumah masing-masing. Tidak ada pola markiz nisa’iy seperti yang dipraktekkan oleh sebagian du’at yang melakukan istihsanat fiddin, padahal zaman dulu tiada HP dsb. Skrng amat memungkinkan bagi wanita untuk mendapatkan ilmu dengan berbagai sarana canggih tanpa melakukan kemaksiatan kepada Alloh dengan muhdatsat dsb.
Pertanyaan: afwan kalo ana mempertanyakan ini sebab kurangnya dan sangat minimnya ilmu pada ana sehingga satu permasalahan kadang ana harus berulang kali mempertanyakannya agar ana benar2 memahami permasalahan.
Jawab: barokallohu fikum wawaffaqokumulloh. Tidak apa-apa, kita saling memberikan faidah dan nasihat serta perbaikan dengan hujjah dan adillah, bukan dengan taqlid dan ro’yu. walhamdulillah
-selesai-
Berikut ini adalah beberapa pertanyaan dan sanggahan yang masuk ke ISNAD yang disampaikan oleh saudara kita -waffaqahullohu- tentang fatwa syaikh Yahya seputar “Tarbiyyatun Nisa” pada bulan robi’ul awwal 1433H ( baca disini )
Dari No.Ponsel 08523259766* (di Surabaya) pada 24 Robi’ul Awwal 1433H
Bismillah…ditanyakan kepada Syeikh Muqbil Rahimahullahu ta’ala: seorang wanita berkeinginan untk belajar di makkah, perlu diketahui bahwa abinya cuma mengantarkannya kemudian meninggalkanya (di makkah), maka apa boleh bagi dia untuk tinggal menetap sendjri (di makkah) dan menuntut ilmu dan perlu diketahui disana ada tempat tinggal khusus bagi wanita (TN ISTILAH KITA) ? beliau -rahimahulloh- menjawab: ” jika dia tinggal (di makkah) tidak ber-ikhtilath (campur baur laki-laki perempuan;ed) dengan ajanib dan bila telah selesai masa belajarnya lalu abinya datang menjemputnya untuk safar (kembali kekotanya) karena tidak halal bagi wanita untuk safar kecuali dengan mahram dan dia belajar kitabullah dan sunnah rasul maka aku berharap hal tersebut tidak mengapa sebab yg terlarang adalah ber-khalwat (tidak ada orang ke-3 saat berduanya seseorang dengan yang bukan mahromnya ;ed) dan juga yang terlarang safar tanpa mahram. (gharatul asyrithoh 2/220-221) dan disebutkan pula dikumpulan fatwa mar’atul muslimah lil-imaamil waadi’i begitu judulnya hal. 71 kitabul ilmi bab laa tusaafirul mar’aati lil-ilmi biduuni mahram. Tolong tampilkan fatwa ini kita jangan seperti luqmaniyyun dan Ashabul ‘Adani yakni jika ada kabar yang menguntungkan mereka sebarluaskan serta menta’liqnya sesuai kemauan mulut & hawa nafsu tapi kalau kabar yg tidak mnguntungkan ditutup-tutupi bahkan disembnyikan sehingga antum (ISNAD.net ;ed) harus adil dan amanah jika memang antum tidak berat sebelah atau curang dalam menyampaikan alhaq-nas’alullaha tsabat wal istiqomah wal amanah maka tampilkan fatwa syeikh tersebut dan kami akan melihat bagaimana mauqif-mu sebenarnya.. -selesai-
Berkata Abu Fairuz -semoga Alloh menjaganya- “ ta’liq apa yg ana berikan pada lembaran fatwa syaikh Yahya kemarin ( baca disini ;ed) ? hizbiyun tampilkn fatwa batil dan sembunyikan fatwa yang haq. bilanglah terus terang bahwa kami seperti itu. yang berikutnya: mana dalil bahwa kalam syaikh Muqbil dll (fatwa yang dibawakan oleh saudara kita diatas ;ed) tersebut adalah haq? al haq dinilai dengan Qur’an, Sunnah dan Fahmussalaf. Antum sanggup jawab ??
Beberapa tahun yang lalu beberapa malzamah telah ditulis tentang batilnya markiz nisa’iy, lengkap dengan hujjah dan fatwa. Mana malzamah kalian untuk membantahnya? jangan seperti umumnya hizbiyun yang tidak sanggup bantah al-Haqq, tapi tidak mau tunduk dan tobat, bahkan membandel dengan alasan: “ini fatwa fulan dan fulan.” bawa sini malzamah (bantahan ;ed) kalian, ana berikan ke syaikh Yahya -insyaAlloh- ana sejak dulu telah berusaha menyadarkan mereka dari bid’ah taqlid, tapi asap hawa nafsu masih halangi mereka dari kesembuhan. mereka tidak sanggup ikut salaf dalam cara berpkir dan ibadah..” -selesai- pada 25 robi’ul awwal 1433H
Berkata Abu Turob -semoga Alloh menjaganya- ” Ada bantahan Syaikh Yahya untuk Muhammad bin Abdul Wahhab tentang keluarnya perempuan untuk mengajar da’wah. Juga tulisan Sukainah bintu syaikh Albani tentang keluarnya perempuan utk da’wah, dan untuk bantah mereka yang berpendaoat bahwa syaikh Albani taroju’ dari pendapat muhdats-nya yg tercantum di ash-Shohihah. waffaqokallooh ” -selesai- pada 25 robi’ul awwal 1433H
Berkata Abu Turob -semoga Alloh menjaganya- ” Da’wah Ahlussunnah adalah da’wah ilal kitab was sunnah ‘ala fahmis salaf ash-Sholih. BUKAN DA’WAH KE AQWALIN NAAS WA LAA AARO IHIM. Apakah antum -waffaqokumullooh- lupa apa kata-kata pertama syaikh muhammad bin abdulwahab annajdi di ushul ats-tsalatsah: …. ….ومعرفة دين الإسلام بألأدلة. الثانية العمل به
Apakah antum waffaqokumullooh lupa per kataan imam Ahmad sebagaimana di kitabut tauhid:
عجبت لقوم عرفوا الإسناد وصحته يذهبون إلى رأي سفيان. والله تعالى يقول: فليحذر الذين يخالفون عن أمره أن تصيبهم فتنة أو يصيبهم عذاب أليم. أتدري ما الفتنة؟ الفتنة الشرك. لعله إذا رد بعض قوله أن يقع في قلبه شيء فيهلك
عجبت لقوم عرفوا الإسناد وصحته يذهبون إلى رأي سفيان. والله تعالى يقول: فليحذر الذين يخالفون عن أمره أن تصيبهم فتنة أو يصيبهم عذاب أليم. أتدري ما الفتنة؟ الفتنة الشرك. لعله إذا رد بعض قوله أن يقع في قلبه شيء فيهلك
Dan apakah antum lupa -waffaqokumullooh- qoulAlloh ta’ala:
قل هذه سبيلي أدعو إلى الله على بصيرة أنا ومن اتبعني الآية
, dengan bashiroh ya akhi bukan dg hawa nafsu, dmkn itulah yg dbawa Rosulullooh Shollalloh ‘Alaihi Wasallam “وما ينطق عن الهوى إن هو إلا وحي يوحى ”
juga perkataan Alloh ta’aala:
“فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم ثم لا يجدوا في أنفسهم حرجا مما قضيت ويسلموا تسليما “
قل هذه سبيلي أدعو إلى الله على بصيرة أنا ومن اتبعني الآية
, dengan bashiroh ya akhi bukan dg hawa nafsu, dmkn itulah yg dbawa Rosulullooh Shollalloh ‘Alaihi Wasallam “وما ينطق عن الهوى إن هو إلا وحي يوحى ”
juga perkataan Alloh ta’aala:
“فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم ثم لا يجدوا في أنفسهم حرجا مما قضيت ويسلموا تسليما “
Sekarang kita lihat dari fatwa-fatwa yang ada, mana yg lebih dekat dengan al-haqq mana yg lebih dekat dengan dalil, mana yang lebih dekat dengan pemahaman salaf, kita kembali ke sunnah rosululloh shollalloh ‘alaihi wasallam, dan yang demikian tidak cukup, bahkan harus dengan lapang dada dan tidak sempit dada terhadap apa yg diputuskan beliau dan harus menerima dengan sebenar-benarnya penerimaan. jika tidak maka sungguh Alloh telah berkata ” فلا وربك“, tidak takutkah engkau ya akhi waffaqokumulloh wa ashlahakum -selesai- pada 25 robi’ul awwal 1433H