بسم الله الرحمن الرحيم
Soal :
Soal :
Belajarnya wanita memasak dan menghiasi diri serta menjahit (kerajinan) begitu pula menjaga dan memperbaiki perabot rumah tangga untuk membahagiakan jiwa suami, apakah yang demikian itu disyariatkan dan bagaimana wanita zaman dahulu (salafiyyah) berbuat dalam hal ini ?
Jawab :
Tidak ada larangan bagi wanita untuk belajar memasak dan menjahit untuk membuat bajunya, baju suaminya dan baju anaknya dan tidak ada larangan bagi mereka untuk mempelajari yang sesuatu yang berkaitan khusus dengan urusan kewanitaan karena Nabi shalallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam pernah bertanya kepada Barirah tetang kebiasaan A`isyah maka dia menjawab, “Dia disuruh menjaga adonan roti, tetapi tertidur dan datanglah kambing menyantapnya” (HR Al-Bukhari dari Aisyah 2637 dan Muslim 2770)
Yang demikian itu menunjukkan bahwasanya kebiasaan wanita itu adalah memasak.
Asma` bintu Abi Bakr radhiyallahu `anha menyiapkan makanan kuda suaminya dalam rangka membantu suaminya (HR Al-Bukhari 5224).
Dan termasuk bentuk bantuan terhadap suaminya adalah memasak dan mencuci bajunya. Yang demikian itu -menurut pendapat yang shohih- adalah wajib bagi wanita (istri), yaitu bahwasanya seorang istri membantu suaminya dan melayaninya sesuai dengan kesanggupannya selama tidak memberatkan seorang istri.
Firman Allah Ta'ala:
﴿الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ ﴾ [النساء:34]
“Kaum laki-laki itu pemimpin bagi kaum wanita dengan apa yang telah Allah lebihkan sebagian mereka terhadap sebagian yang lain.” (An Nisa 34)
« إنها عوان لكم »
﴿وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى﴾ [المائدة:2]
“Dan saling tolong-menolonglah dalam kebaikan dan ketakwaan.” (Al Maidah 2)
Hal yang seperti itu (mempelajari cara memasak) tidak mengapa. Hanya saja tidak boleh melebihi porsinya dan ukurannya dengan mengadakan pelajaran khusus.
Pelajaran khusus tentang tata cara memasak, yang demikian ini menurut saya menyia-nyiakan waktu Dan janganlah kalian seperti para insinyur pertanian. Sebagian mereka belajar berpuluh-puluh tahun, setelah lulus menjadi petani, menanam tomat dan bawang yang semua perkara itu bisa dilakukan oleh orang awam (yang tidak mempelajari bercocok tanam). Begitu juga kalian semua, seorang yang awam bisa membuat makanan memasak nasi, walhamdulillah. Dan tidak perlu membebani diri dengan model tersebut dan membuang-buang waktu.
Perkara ini boleh (mubah), tetapi tidak pantas membuang-buang waktu padanya. Adapun bila hal itu dilakukan oleh sebuah wadah atau yayasan maka tidak boleh karena yang demikian itu merupakan seruan kepada kefasikan dan seruan kepada “pelacuran” dan menyeru kepada kehancuran dan kerusakan. Maka dengan cara organisasi dan wadah dalam perkara ini tidak boleh. Wabillahittaufiq.
(Al As'ilah Al Indonisiah, 26 Jumadil Tsani 1424H)
([1]) Datang dari hadits Abu Harroh Ar Roqosi dari pamannya, diriwayatkan Ahmad 5/72 di dalam sanadnya Ali bin Zaid bin Jud'an dho'if. Dan dari hadits Amr bin Al Ahwas riwayat At Tirmidzi 1163. Dan di dalam sanadnya terdapat Sulaiman bin Amr dho'if. Dan dengan dua jalan ini Insya Allah naik menjadi Hasan. Imam At Tirmidzi mengatakan, hadits hasan shohih)
0 comments:
Post a Comment