بسم الله الرحمن الرحيم
Fatwa Imam Dammaj Yahya Al-Hajury -semoga Alloh menjaganya-
Fatwa dikeluarkan pada bulan Dzulhijjah 1429 H
Fatwa dikeluarkan pada bulan Dzulhijjah 1429 H
Dikoreksi oleh: Abu Turob Saif bin Hadhor Al-Jawy
Diterjemahkan oleh: Ummu AbdirRohman binti Muhammad Amin Al-Bugishiyah Al-Makassariyah.
Markiz Induk Darul Hadits Dammaj-Yaman - 20 Muharrom 1430 H
Diterjemahkan oleh: Ummu AbdirRohman binti Muhammad Amin Al-Bugishiyah Al-Makassariyah.
Markiz Induk Darul Hadits Dammaj-Yaman - 20 Muharrom 1430 H
Terdapat di Negara kami Indonesia, Ma’had yang didirikan khusus untuk para wanita, dinamakan dengan “Tarbiyyatun Nisa’ ” padanya diajarkan Al-Qur`an dan Sunnah. Kami telah mengingkari ma’had ini, dan kami tidak melihat pada pengingkaran tersebut kecuali kebaikan karena apa yang ada padanya dari musykilah (masalah) dan penyelisihan syari`at. Adapun bentuk ma’had tersebut adalah(1):
Pertanyaan pertama: Santriwati tersebut datang dengan walinya ke Ma`had itu. Dan kadang-kadang dari tempat jauh yang berjarak safar dan jika telah sampai di ma`had tersebut walinya meninggalkannya sendirian di ma`had tersebut untuk menuntut ilmu bersama teman-temannya selama (dua, tiga, empat tahun). Dan telah diketahui bersama bahwasanya seorang santriwati jika membutuhkan suatu kebutuhan, dia keluar ke pasar yang kadang terletak jauh dari ma`had dan tanpa mahrom, dan yang lebih (memprihatinkan) lagi dari hal ini jika santriwati itu sakit dan terpaksa untuk pergi ke rumah sakit, dia pergi ke sana tanpa mahrom , bagaimana pendapat kalian tentang hal ini?
Jawaban: Ini adalah metode yang muhdats (dibuat-buat tanpa landasan syar’i), tidak pernah ada di zaman-zaman terbaik (salafus soleh) (2), dan padanya terdapat hal-hal yang menyelisihi syari`ah sebagaimana yang disebutkan dalam pertanyaan, bahwasanya seorang wanita bersamaan dengan lemahnya dia, jika dia sakit dia membutuhkan orang yang membantunya, dan jika dia keluar sendirian dalam keadaan sakit, mau tidak mau dia butuh bermu`amalah (berhubungan) yang bisa menyebabkannya terjatuh pada campur baur dengan laki-laki (yang bukan mahrom), dan minta pertolongan kepada mereka dalam proses pengobatannya, dan demikian pula jika butuh untuk membeli keperluannya yang mengharuskan dia untuk keluar dan bercampur baur (berhubungan) dengan laki-laki dan dalam keadaan ini keadaannya tidak terjaga. Sedangkan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam kitabNya:
}وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى { [الأحزاب:33]
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.” Dan berfirman Alloh subhanahu wa ta’ala:
}يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا{ [التحريم:6]
“Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” Dan Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
((كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ))
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan akan ditanya pertanggung jawabannya.” (Muttafaqun `alaihi) Dan hadits:
((الرُّجُلُ رَاعٍ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالمَرْأَةُ رَاعِيَّةٌ فِيْ بَيْتِهَا وَمَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا))
“Seorang lelaki adalah pemimpin dan akan ditanya dari apa yang dia pimpin (pertanggung jawabannya), dan seorang wanita adalah pemimpin dan akan ditanya pertanggung jawabannya.”(HR. Bukhory dan Muslim) Maka dalam hal ini timbullah kebebasan seorang wanita dari pemimpinan (penjagaan) rumahnya, jika dia telah berkeluarga (menikah), kalau dia belum menikah, maka dia telah lepas dari penjagaan (tanggungan) walinya ketika itu. Padahal Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam telah bersabda:
((مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحَاِزِم مِنْ إِحْدَاكُنَّ ))
“Aku tidak melihat orang yang kurang akal dan agamanya, yang mampu mempengaruhi orang yang berakal dan teguh pendiriannya dari salah seorang dari kalian (para wanita).” (HR. Bukhory dan Muslim) Dan bersabda shallallahu ‘alayhi wasallam:
((صَلَاةُ الَمرْأَةِ فِيْ حُجْرَتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِيْ بَيْتِهَا )) الحديث
“Sholatnya salah seorang wanita di dalam kamarnya itu lebih utama (afdhol) dari sholatnya di dalam rumahnya.” (HR. Abu Daud) Yaitu: semakin tertutupnya (tersembunyinya) tempat seorang perempuan maka semakin afdhol (utama) baginya. Oleh karena itu penjagaan adalah perkara yang dituntut dan harus dilakukan. Adapun penjagaan –dalam keadaan yang seperti ini- adalah penjagaan yang lemah, yang tidak diridhoi oleh Allah. Dan berdasarkan hal ini, maka apa yang difatwakan oleh Syaikh Al-Albany yang telah kami nukilkan dan apa yang disebarkan pada risalah yang ditulis oleh anak perempuan Syaikh Al-Albany, dan menambahkan di dalamnya fatwa `Allamah Al-Fauzan, menyebutkan fatwa kami juga, perkataan ayahnya, dan perkataan penulis yang bernama Al-Hajjy, menunjukkan bahwa perkara ini telah diremehkan oleh kebanyakan orang. Pada asalnya menurut salafus sholeh, seorang wanita itu dijaga, diajari, dan dilindungi oleh walinya. Dan di Shohihain bahwasanya Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam berkata kepada seorang Shohabat rodhiyAllohu ‘anhu:
((زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ القُرْآنِ))
“Aku menikahkanmu dengannya, dengan apa yang ada padamu dari Al-Qur`an.” (HR. Bukhory dan Muslim) Kemudian juga pada asalnya laki-laki yang mengurus dan menjaga perempuan, dan mengajari mereka dari balik hijab (tabir), sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi جtatkala mereka (para sohabiyyat) mengatakan kepada beliau:
))يا رسول الله ذهب الرجال بك فاجعل لنا يوما…)).(الحديث)
” Ya Rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam para lelaki telah pergi kepadamu (engkau mengajari mereka terus), maka luangkanlah untuk kami suatu hari untuk enkau mengajari kami….”(al-hadits) (HR. Bukhory dan Muslim). Dan demikian juga yang terjadi pada orang-orang terdahulu (salafus soleh) adapun metode (cara) yang telah disebutkan ini, tidak didukung atasnya.
Pertanyaan kedua: Mereka tinggal di tempat yang dinamakan asrama wanita dan hal ini menyebabkan fitnah, karena beberapa sebab di antaranya:
(a)-Telah terjadi pada suatu hari, seorang laki-laki masuk ke asrama tersebut dan kami tidak mengetahui apa yang dia inginkan, mencuri atau apa, dan tidak ada di asrama itu seorang laki-lakipun (wali mereka) yang ada hanyalah perempuan saja.
(b)- Sebagian mereka merasa memperoleh kebebasan penuh dikarenakan jauhnya mereka dari keluarga mereka, yang merupakan sebab kami terkadang mendengar berita buruk dari mereka dari waktu ke waktu.(·)
Pertanyaan ketiga: Menyebabkan mereka terfitnah dengan pengajar mereka, terutama jika mudarris mereka (pengajar) masih membujang atau sebaliknya, karena seringnya pengajar itu keluar masuk mengajar mereka. Dan hal ini nampak ketika jam pelajaran, dari beberapa perkara berikut ini yang terjadi di saat belajar mengajar:
a-Absen (dengan menyebutkan nama mereka satu persatu), Syaikh mengomentari:”Yaitu: di mana Fulanah dan ke mana perginya Fulanah?”
b-Percakapan antara mudarris dengan santriwati dalam pelajaran bahasa Arab (tanya jawab) dengan mengangkat suara.
c-Mudarris mendengarkan bacaan Al-Qur`an para santriwati (tasmi`).
Jawaban:
Ini adalah fitnah. Allah تعالى berfirman:
} وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ{ [الأحزاب:53]
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi ج), maka mintalah dari balik tabir.” Dan bersabda Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam
(( إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ))
”Takutlah kalian untuk masuk kepada wanita” lalu bertanya salah seorang dari Anshor: “Wahai Rosulullah, bagaimana dengan al-hamwu (ipar)?” Beliau menjawab: ” al-hamwu (ipar) adalah maut.”(HR. Bukhory dan Muslim)
Ini adalah penyelisihan yang tidak sedikit yang merupakan pengantar fitnah. Hendaknya dia tinggal di rumahnya, mempelajari apa yang dimudahkan oleh Allah untuk dia pelajari, lebih baik baginya daripada keadaan yang seperti ini. dan wajib baginya menjauhi hal itu. Karena hadits:
((أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِيَ الْقَلْب)).
”Ketahuilah sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik maka baiklah seluruh jasad, dan apabila segumpal daging itu rusak maka rusaklah seluruh jasad, dan ketahuilah bahwa gumpalan daging itu adalah hati.” (HR. Bukhory dan Muslim)
Pertanyaan keempat: Dan juga telah terjadi, bahwasanya sebagian mereka kerasukan jin, dan yang meruqyahnya adalah mudarris, jika mudarris tidak menghafal Al-Qur`an, dipanggil selainnya dari santri yang hafal Al-Qur`an, dan hal ini sering terjadi.
Jawaban: -حسبنا الله ونعم الوكيل- telah lewat penyebutan dalil-dalil mengenai bahayanya perbuatan itu. Maka seorang pengajar dalam hal ini menawarkan dirinya kepada fitnah, demikian juga santriwati tersebut menawarkan (menghadapkan) diri kepada fitnah dan lain sebagainya yang terkandung di dalam kerusakan ini.
Pertanyaan kelima: Juga yang merupakan sebab fitnah, bahwasanya barangsiapa yang hendak melamar salah seorang dari mereka datang secara langsung melihatnya (nadzor) tanpa mahrom. Dengan alasan jika walinya datang dari tempat yang jauh sedangkan salah seorang di antara keduanya menolak setelah nadzor (tidak ada kecocokan), hal ini memberatkan wali santriwati tersebut untuk kembali ke kampungnya yang jauh dan dia akan merasa bahwa kedatangannya sia-sia tidak ada gunanya. Karena itu walinya tidak datang kecuali setelah selesai nadzor dan adanya dari kedua belah pihak kesepakatan.
Pertanyaan keenam: Kadang-kadang terjadi Ikhtilat (campur baur) antara santri dan santriwati, karena jalan untuk keluar masuk cuma satu.
Pertanyaan ketujuh: Dan yang lebih jelek lagi dari hal ini bahwasanya santriwati mencuci pakaian mudarris, serta memasakkan makanan untuknya, sekalipun mudarris itu telah berkeluarga.
Jawaban: Mudarris ini jika dia salafy, maka dia dengan perbuatan ini jahil (bodoh), ini bukanlah prilaku orang yang memahami da`wah salafiyyah dan menyeru (berda`wah) kepadanya dengan da`wah yang benar. Wallohul musta`an.
Pertanyaan kedelapan: Dan sebagai tambahan dari apa yang telah lewat. Bahwasanya barangsiapa yang hendak menuntut ilmu di ma`had ini, diharuskan membayar sejumlah uang.
Ya Syaikh apakah engkau menasehatkan untuk tetap tinggal di tempat (ma`had) ini, bersamaan dengan fitnah yang ada di dalamnya? Dan bagaimana cara mengajari para wanita di zaman dulu (salafus soleh)?- بارك الله فيكم.-
Jawaban: Kami telah memberi isyarat kepada bagaimana cara mengajari mereka di zaman salafus sholeh dan kami tidak menasehatkan kepada para wanita untuk tinggal di ma`had-ma`had ini, karena terdapatnya banyak fitnah dan sebab-sebabnya.
-والحمد لله-
Tambahan Dari Penerjemah:
Tidak diragukan lagi bahwa kebanyakan kita (para wanita) telah terjerumus (karena tidak tahu, lupa, atau selainnya) ke dalam beberapa hal ini (point-point yang telah disebutkan di atas) termasuk saya sendiri. Oleh karena itu saya mempersembahkan terjemahan ini kepada saudari-saudari saya salafiyyat di Indonesia, sebagai bentuk nasehat kepada diri saya pribadi dan kalian, sekaligus sebagai bentuk taubat saya dari apa-apa yang saya terjatuh padanya terutama di Indonesia ataupun di sini (Yaman).
}وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون{ [النور/31]
}رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا{ [البقرة/286]
قال الله تعالى كما في الحديث القدسي: يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِى أَغْفِرْ لَكُم.
أستغفر الله وأتوب إليه.
سبحانك الله وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
والحمد لله رب العالمين
(*) – Pertanyaan ini di jawab oleh Syaikh Yahya bin Ali Al-Hajury pada awal-awal bulan Dzulhijjah 1429.
(1) Perhatian: Sebagian perkara ini terkadang hanya ada pada sebagian ma`had dan tidak ada pada sebagian lainnya.
(2) – Zaman Nabi ج, tabi`in, dan tabi`ut tabi`in.
(*) –Seperti safar (pulang-pergi) tanpa mahrom, meskipun Ustadz mereka telah melarang hal ini, bahkan telah terjadi lesbian, wallohul musta`an.
(1) Perhatian: Sebagian perkara ini terkadang hanya ada pada sebagian ma`had dan tidak ada pada sebagian lainnya.
(2) – Zaman Nabi ج, tabi`in, dan tabi`ut tabi`in.
(*) –Seperti safar (pulang-pergi) tanpa mahrom, meskipun Ustadz mereka telah melarang hal ini, bahkan telah terjadi lesbian, wallohul musta`an.